Minggu, 11 Januari 2015

aku atau mimpi

Kau dan aku pernah bahagia. Ingatkah kau dulu saat kau memutuskan untuk memilihku? Ingatkah dulu bagaimana caramu untuk menarik perhatianku? Ingatkah dulu waktu-waktu yang kita habiskan bersama? Bersiap dengan segala kemungkinan, kau dan aku memutuskan untuk bersama. Berjuang meraih mimpi masing-masing dengan tangan bertautan. Kau dan aku, berusaha mengejar impian.

Dulu kamu selalu menjadi kekuatanku. Menyemangati kala ku lelah. Hanya dengan melihat senyummu, aku merasa tenang. Kau selalu menemani kala ku merasa tak berdaya. Dengan adanya kamu di sampingku, segalanya terasa jauh lebih baik. Dan kamu tak pernah lelah, tak pernah bosan berusaha menghiburku dengan segala cara.

Tapi mendadak semua yang pernah kita lewati bersama berbalik menjadi menyakitkan. Kamu memutuskan untuk pergi. Padahal kamu tau betapa aku membenci kata itu. Padahal kamu tau betapa aku selalu menghindari adanya perpisahan. Tapi kamu tetap dengan pendirianmu. Pendirian yang tak mampu digoyahkan.

Rasanya salah saat kamu memutuskan untuk pergi. Ada yang terenggut dalam diriku. Hampa yang menyeruak dengan tiba-tiba. Kekhawatiran yang mengusik pikiranku. Kegelisahan yang mengurungku.  Tak ada lagi kekuatan untuk menopang diri sendiri.

Aku, jatuh.


Dan kamu tetap bediri tegak.

Memutuskan untuk mengejar mimpi tanpaku.

Mimpi kita berbeda arah. Ujarmu saat itu. Aku tak mau mengganggu mimipimu, seperti aku tak mau mimpiku berhenti begitu saja di tengah jalan, lanjutmu tegas. Aku tau, suatu waktu kamu pasti akan memilih antara aku atau mimpimu. Aku tak pernah ingin menjadi makhluk egois yang mengganggu mimpimu. Meski aku meyakini bahwa jika aku tetap bersamamu dan mimpimu akan tetap terwujud, kamu tak pernah meyakininya. Entah kamu yang terlalu meragu atau atau aku yang terlalu yakin.

Padahal ku kira aku memberi efek yang sama seperti kamu memberi efek padaku. Ku pikir aku menjadi sumber kekuatanmu. Ku pikir aku adalah kebahagiaanmu. Ku pikir aku dan kamu akan tersenyum sambil bergandengan tangan saat mimpi-mimpi itu kian dekat untuk diraih. Ku pikir aku adalah yang terpenting bagimu. Dan sekarang, aku tau bahwa aku salah. Bahwa yang ku pikirkan tidak selalu seperti kenyataan yang terjadi.

Dan aku bahkan belum menjadi prioritasmu.

Maka, 
aku melepaskanmu.

.
.
.
Meski itu artinya menghancurkanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar